Lewo, Koreografer ‘Bertangan Dingin’
KM Parapi: Siapa yang tidak
mengenal nama Lewo. Pria penuh kreasi dan ‘bertangan dingin’ kelahiran Desa
Sari Kecamatan Sape ini. Ekspresi seni yang ditampilkannya sebagai koreografer
telah melejitkan namanya dalam blantika seni Dana Mbojo.
Dia menjadi Pembina yang sering
diutus untuk mendampingi penari ke berbagai ajang level provinsi dan nasional. Begitu sarat
aktivitas, sehingga hari-harinya difokuskan untuk mengeksplorasi kemampuan
seninya. Semuanya didedikasikan untuk kelestarian budaya Mbojo.
Tidak hanya menjadi Pembina dan
menata gerak siswa binaannya, tetapi juga mampu melakoninya pada empat tempat
sekaligus. Sejumlah sekolah meliriknya ketika memilih mengikutkan siswa
mengikuti lomba. Peran ganda Lewo ini menjadikannya objek buruan ketika festival, lomba, atau atraksi seni-budaya akan dihelat.
Buktinya, Festival Kesenian
Tradisional Antar-SMP-SMA se Bima-Dompu
yang diselenggarakan Komunitas Sarangge Mbojo memeringati Hari Jadi ke-12 Kota
Bima, pekan lalu, Lewo membagi perhatiannya pada empat lokasi. Menjadi
Koreografer Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Sape, Sekolah Menengah Kejuruan Negeri
(SMKN) 1 Kabupaten Bima, SPPN Kota Bima, dan SMPN 6 Lambu.
Dalam festival bertema ‘Mbojo
Berbudaya, Mbojo Berkarakter’ itu, anak asuhnya meraih prestasi. Yakni juara pertama diraih SMPN 6 Lambu, juara
2 diraih MAN Sape dibawah SMKN 3 Kota Bima yang meraih
juara 1. Juara Harapan 1 diraih SMKN 1 Bima, sedangkan juara Harapan 2 SPPN
Kota Bima.
Apa saja kata Lewo? “Saya melatih
serius pada empat titik dengan cerita berbeda,” katanya di museum Asi Mbojo,
pekan lalu, saat persiapan pulang dari lokasi.
Dijelaskan alumni IKIP Negeri
Malang ini, dalam festival kali ini, MAN 1 Sape mengetengahkan tema Supu Rasa.
Seputar cerita kekuatan jahat yang dilawan,
kemudian datang ulama dan menyadarkan masyarakat. Duta SMKN 1 Bima
mengambil tema ‘Mpa’a Mantoi’ mengenang permainan kawongga, mpa sari, dan o’o.
SPPN Kota Bima dipilih tema
Sumpah Parapi. Sejarah sumpah kesetiaan rakyat Mbojo pada Sangaji untuk memeluk
agama Islam di Sape atau menandai sejarah masuknya Islam di Dana Mbojo.
SMPN 6 Lambu menyuguhkan Tambulate, jenis
bunga yang tidak pernah layu. Sinyal bentuk kesetiaan dan ketaatan yang
tidak lekang oleh putaran jaman.
Dia mengharapkan agar festival
seperti itu rutin digelar untuk menumbuhkan kesadaran budaya dan kesenian pada
kaum remaja agar budaya Bima tidak punah. (BM)
Posting Komentar