Massa menumpuk batu dan kayu
yang dipasang massa di jalur strategis itu. Akibatnya, arus lalulintas macet.
Sekitar sepuluh unit truk berbadan besar yang hendak ke Provinsi NTT tertahan.
Saat dihubungi KM Parapi,
perwakilan massa, Mulyadin, mengatakan
dua hari sebeumnya menyandera dua mobil tangki yang mengangkut BBM jenis
bensin. Karena tidak ada respons, akhirnya mengarahkan ke jalan Negara. Pada
Rabu sore, Dinas PU yang diwakili
Kasubdin Bina Marga, Ir. H. Taufik dan Camat Sape, Muhaimin, S.Adm,
bernegosiasi dan dicapai ksepakatan.
Seperti apa? “Untuk
sementara ditanggung oleh Pemkab Bima. Pengangkutan material sudah dilakukan mula
ndari wilayah Sape hingga Poja,” kata Mulyadin melalui telepon seluler, Kamis
siang.
Ada juga Kkesepakatan
lainnya, yakni membuka blokir jalan Negara agar tidak menganggu mobilitas
masyarakat. Selain itu, mulai 1 Januari 2014 pembenahan jalan itu akan
dilakukan oleh Pemerintah Provinsi NTB yang merupakan kewenangan mereka. Jika sampai 2014 belum ada perbaikan, Camat
dan masyarakat akan berjuang untuk pembenahan ruas jalur itu ke Gubernur NTB.
Camat Sape, Muhaimin, S.Adm,
yang dihubungi Kamis malam mengaku gembira berakhirnya aksi pemblokiran itu. Untuk
sementara pembenahan jalan itu sekarang dilakukan oleh Pemkab Bima. Namun, hanya menutup lubang atau titik
kerusakan parah. Pengangkutan material pun sudah dilakukan.
Dikatakannya, pada Januari
2014 nanti, pembenahan itu akan dilakukan oleh
Pemprov NTB. Ruas jalan Sape-Wera sepanjang 46,7 kilometer dan
diperkirakan akan menghabiskan dana sekitar Rp43 miliar. Satu di antara poin
kesepakatan itu adalah jika tahun 2014 jalur itu belum dibenahi, maka Camat bersama komponen
masyarakat akan berjuang ke Pemprov NTB untuk mengupayakannya.
Sejak pekan lalu, ruas jalan di samping Masjid Besar Al-Munawarah Sape diblokir hingga sekitar 200 meter ke arah Barat. Mereka menanam pohon pisang sebagai sindiran kerusakan jalur itu. Pemblokiran itu menyebabkan aktivitas masyarakat setempat terganggu.
Meski demikian, masyarakat
sepanjang jalan tidak terlalu bereaksi dan ‘memakluminya’ karena merupakan
bentuk perjuangan untuk mendapatkan
keadilan ‘kue pembangunan’. Sejak aksi itu sebanyak tiga mobil tangki
disandera mahasiswa. Namun, kemudian dilepaskan.
Aksi itu baru mendapatkan
respons serius ketika massa mulai mengalihkan pemblokiran pada ruas jalan
Negara. Tentunya pemerintah tidak ingin
berisiko jika massa ngotot bertahan. (BM)
Posting Komentar