Selamat datang di blog komunitas Kampung Media Sape-Lambu

Mengintip Pesona Wadu Koka

Jumat, 13 Desember 20130 komentar


KM Parapi: Pada era tahun 1980-an, Doro (gunung) Kabuju sangat menarik perhatian anak-anak. Dijadikan tempat bermain dan tentu saja mencari kayu bakar. Usai shalat Idul Fitri, ada tradisi memburu babi (nggalo wawi) yang menyita perhatian. Tetapi, ada dua objek yang juga tidak kalah menariknya. Yaitu Ina Nenggu dan Wadu Koka.

Sebenarnya, lokasinya mudah didatangi. Hanya sekitar 30 meter dan 100 meter dari ruas jalan Negara sebelum memasuki Kota Sape. Atu sekitar 200 meter dari Dam Raba Semen. Jika Ina Nenggu bisa diintip dari jalan raya, maka Wadu Koka sedikit membutuhkan tenaga. Mesti mendaki pegunungan sekitar belasan menit. 

Dia areal Wadu Koka, kita bisa melihat pemandangan Sape dari atas pegunungan. Indah memesona. Terutama pada pagi dan sore hari. Menengok ke arah Utara, terlihat hamparan sawah di sekitar pekuburan umum Sape. Dam Raba Semen juga terlihat kukuh berdiri. Warisan Belanda itu memang memiliki pesona karena kekuatan konstruksinya.  Namun, melongok ke Utara pula terlihat pegunungan ‘bopeng’ karena dijadikan ladang oleh warga sekitar.    

Wadu Koka memiliki panjang sekitar satu meter dengan diameter 75 centimeter. Era 80-an, anak-anak di sekitar gunung itu menjadikannya sebagai tempat bermain. Mereka membahasnya dengan menduga-duga bagaimana besarnya makhluk itu dalam kenyataannya. Cerita dari mulut ke mulut semakin menambah penasaran. Hanya saja, tapak makhluk itu hanya satu. Kemana satunya lagi? Entahlah, tidak ada yang tahu.  

Namun, ada juga versi lainnya. Bentuk batu seperti tapak kaki itu dihasilkan oleh kejadian alam belaka. Terbentuk melalui proses lama dan kebetulan mirip tapak kaki berukuran raksasa. Proses alam  memang kadang menakjubkan. Alam seolah memberi sinyal bahwa manusia tidak boleh lupa terhadapnya. Harus mencintai dan merawatnya.  

Firdaus, warga Sape yang sekarang tinggal di Provinsi Banten, mengaku senang bisa melihat lagi areal itu dari dekat. Kenangan waktu kecil saat bersama teman-temannya bermain di situ terkuak lagi. Suatu memori yang tidak akan pernah hilang. 

Makanya, ketika pulang kampung beberapa waktu lalu, dia melihat lagi batu itu dan mengajak anak dan istri.  Dia mengaku keluarganya senang melihat areal mitos yang membangun kenangan masa kecilnya itu.  
Berada di atas gunung itu, ada suasana lain terasa hadir karena bisa melihat panorama indah sekeliling. Berteriak lepas, sekencang-kencangnya.  

Warga lainnya, H. Ahmad, berharap pemerintah memikirkan penataan areal itu, paling tidak membuatkan tangga atau memagar untuk kebutuhan wisata alam. Pada masa depan, masyarakat cenderung ‘lari’ pada objek-objek alam karena jenuh dengan suasana modern. Nah, Wadu Koka adalah satu di antara sekian objek yang bisa disentuh untuk dipoles. (BM)             
        

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Kampung Media NTB | Pemkab Bima | Irank_Scripteerrr | Kampung Kita | Info Bima Terkini
Copyright © 2013. Parapi-Sape - All Rights Reserved
Modify by irank_scripteeer
Proudly powered by Blogger