November, Perceraian 1.411 Kasus
KMP Parapi: Gelaran kasus
perceraian jenis talak dan gugat yang
ditangani Pengadilan Agama Raba Bima hingga Jumat (29/11/2013, mencapai
1.411 kasus. November tahun 2012 lalu hanya 1.298 kasus. Itu berarti ada
lonjakan 113 kasus pada bulan yang sama. Seperti sebelumnya, perkara yang
mendominasi selama November 2013 adalah cerai-gugat.
Panitera Muda Gugatan Pengadilan
Agama Raba Bima, Zainal Arifin, S.HI, menjelaskan diperkirakan jumlah terus
bertambah hingga 31 Desember nanti, sedangkan akhir tahun 2012 lalu jumlahnya
sekitar 1.500 perkara. Penyebabnya seputra masalah ekonomi, perselingkuhan, dan
lama ditinggal pergi tanpa kabar.
“Termasuk minimnya perhatian
orangtua terhadap problema rumah-tangga anak-anaknya,” kata pria kelahiran Desa
Naru Kecamatan Sape Kabupaten Bima ini melalui pesan singkat, akhir November
lalu.
Zainal menguatirkan tingginya
angka perceraian di wilayah Bima sejak beberapa tahun terakhir. Apalagi, selalu
menempatkan Mbojo sebagai “juara” di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sosialisasi atau penyuluhan hokum merupakan
bagian dari upaya yang dilakukan PA untuk menekan laju angka perceraian.
Pada sisi lain, Zainal mengaku, faktor banyaknya perkara disebabkan
peningkatan kesadaran masyarakat
terhadap administrasi. Mereka mengajukan
pengesahan nikah untuk pengurusan akta
kelahiran maupun pencairan ongkos haji. “Karena
ada calon jamaah haji yang meninggal dunia sebelum berangkat ke Makkah,”
katanya.
Dibeberkannya, beberapa waktu
lalu PA menyidangkan 50 perkara pengesahan nikah di Kecamatan Lambitu Kabupaten Bima. Itu
merupakan jumlah terbanyak yang ditangani selama ini. Penyebabnya, mereka tidak
memiliki buku nikah, nikah siri, dan pernah mendaftar di KUA namun bukunya
belum diserahkan. Sebanyak 11 perkara pengesahan juga dilakukan di Kecamatan
Lambu.
Sebelumnya, Zainal menyatakan
setiap tahun angka perceraian di wilayah Kota dan Kabupaten Bima naik sekitar 5
persen. Faktor ekonomi dan perselingkuhan, terutama pasangan muda, mendominasi.
Pernikahan pada saat usia muda tersebut bukan karena keinginan berkeluarga,
melainkan karena dipaksa dan terpaksa.
Selain itu, katanya, penyebab
perceraian karena faktor ekonomi ini karena kebanyakan salahsatu pasangan harus
mencari pekerjaan ke luar negeri. Namun,
karena pergi dalam waktu lama, istri menggugat cerai.
Dalam Undang-Undang Perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974, huruf B memang menyatakan “apabila salahsatu pihak
meninggalkan pihak lain selama dua tahun secara berturut-turut, maka salahsatu
pihak yang ditinggalkan berhak untuk mengajukan gugatan perceraian”. (BM)
Posting Komentar