KM
Parapi: Sekitar
dua puluhan tahun lalu, pembuatan keranjang dari bambu yang dibelah (garanji)
mewarnai suasana kampung Sigi Desa Nae Kecamatan Sape Kabupaten Bima. Ada Ompu
Poro, Uba Geno, Uba Ziah, Uba Lia, dan Momi.
Umumnya mereka membuat keranjang untuk tempat
bawang yang dikirim keluar daerah. Tingginya sekitar satu meter dan berdiameter
sekitar 40 centimeter. Bisa juga sesuai pesanan. Namun, seiring guliran waktu usaha
kreatif mereka terhenti. Tidak ada generasi pada keluarga mereka.
Kini, pergerakan kreativitas itu bergeser ke arah
Timur. Kelompok warga desa tetangga yang kini menangguk keuntungan dari semakin
banyaknya permintaan pelanggan.
Kreativitas
masyarakat itu bisa dilihat di Desa Naru Barat, Naru, Rasabou, dan
Sangia. Keranjang dibutuhkan oleh para pedagang dan pengumpul untuk menyimpan
ikan, mangga, tomat, bawang, cabai, dan hasil bumi lainnya. Terutama yang
diangkut keluar daerah.
Abdullah, warga RT 03 Naru Barat, mengaku
sudah belasan tahun menggeluti usaha itu dan hasilnya bisa membantu kebutuhan
keluarganya. Saat pembuatan kadang seluruh anggota keluarganya terlibat.
Apalagi, jika ada pesanan berjumlah banyak.
Selama proses pembuatan, tidak ada kendala
berarti. Dibutuhkan ketelitian saat memilah bambu dan pemeriksaan terhadap
hasil produksi. “Paling yang sering terjadi tangan terbentur ranting bambu dan
parang,” katanya di lokasi kerja, Rabu siang.
Katanya, harga jual satu keranjang senilai
Rp10-000 hingga Rp15.000. Namun, ada juga yang menjual di bawah nilai itu
karena keterpaksaan. Dia mengaku selalu menjaga kualitas produknya agar tetap
menarik perhatian pelanggan.
Abdullah mengatakan, bambu dipasok penjual
dari pegunungan Kecamatan Lambu. Kini harganya terus merangkak naik.
Sebelumnya, dijual seharga Rp38 ribu/ikat, namun kini sesuai kondisi aktual
menjadi Rp47 ribu hingga Rp50 ribu. Masih ada biaya yang dikeluarkan, yakni
menyewa anak-anak untuk membuat kerangka keranjang.
Diakuinya, proses yang paling sulit adalah
membelah bambu (pina). Memang dilihat sepintas mudah, tetapi sesunguhnya
memerlukan keahlian tersendiri memahami tipe bambu. “Saya kadang dibantu
anak-anak. Kalau sendirian, satu ikat bisa sampai pukul satu siang
membelahnya,” katanya.
Rekan Abdullah, Abdul Hafid mengatakan, usaha
itu digelutinya sejak sekitar dua puluh tahun lalu dan hingga kini semakin
banyak yang mengubernya. Produk keranjang dicari oleh para pedagang dan
pengumpul barang dagangan untuk memudahkan pengangkutan. Selain itu, untuk menjamin barang dagangan seperti ikan,
mangga, dan lainnya tetap awet.
Hafid mengaku, ada juga warga yang membuat
garanji, seperti di Sangia, kampung Sumpi Oi Maci, dan Naru. Namun, usaha
mereka tidak seagresif yang dilakukannya bersama rekan-rekan di tempatnya.
Saat wawancara, dua pedagang yang membeli
keranjang muncul. Mereka membeli untuk kebutuhan tempat mangga yang akan
diambilnya di Kecamatan Lambu. Pembeli lainnya untuk dibawa ke Kelurahan Kolo
Kota Bima, juga untuk tempat mengumpulkan mangga. (BM)
Posting Komentar