Tujuannya
mengurangi risiko bencana yang kemungkinan timbul. Pelatihan itu diikuti 30 peserta,
terdiri dari SKPD terkait, BMKG, warga desa lokasi rawan bencana di Kecamatan
Sanggar dan Tambora.
Bupati Bima diwakili Asisten II Bidang Perekonomian dan
Pembangunan Setda, Drs Muzakkir,
MSc, mengatakan perubahan iklim yang terjadi dalam beberapa tahun
belakang ini, telah menimbulkan dampak yang luas terhadap kehidupan pada tingkat
masyarakat maupun pemerintah. Perubahan tersebut, telah berdampak pada perubahan musim yang
sulit diprediksi, sehingga kalender tanam dan pengaturan pola tanam pada bidang
pertanian lahan kering sering tidak tepat dengan perubahan musim.
“Hal ini tentu saja sangat memengaruhi sumber-sumber penghidupan masyarakat baik pangan maupun pendapatan, dimana sebagian besar masyarakat Bima mengandalkan sumber matapencaharian dari sektor pertanian yang sangat bergantung pada curah hujan,” katanya.
“Hal ini tentu saja sangat memengaruhi sumber-sumber penghidupan masyarakat baik pangan maupun pendapatan, dimana sebagian besar masyarakat Bima mengandalkan sumber matapencaharian dari sektor pertanian yang sangat bergantung pada curah hujan,” katanya.
Selain permasalahan itu,
katanya, perubahan iklim juga berpengaruh terhadap bencana. Beberapa wilayah terjadi hujan yang
berlebihan sehingga terjadi banjir dan longsor.
Pada sesi diskusi, narasumber Kepala
Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Provinsi
NTB, Ir HL Hardi Wijaya, MSi, MH,
mengatakan posisi darurat seringkali rawan penyimpangan, sebab dalam status
tanggap darurat bencana, logistik dan kebutuhan warga korban bencana harus
cepat dikirim ke lokasi, namun tidak diimbangi penataan administrasi.
Dari aspek kebijakan khusus, BPBD TB memiliki tugas peningkatan kapasitas kabupaten/kota dalam penanggulangan bencana. Untuk menyelesaikan tugas secara baik, ada sembilan instansi yang memiliki koordinasi intensif dengan BPBD. Antara lain TNI/POLRI, BMKG, LSM dan instansi lainnya.
Saat ini, katanya, program penanggulangan bencana yang tengah dilakukan adalah Desa Tangguh Bencana pada seluruh NTB yang berjumlah 41 desa tahun 2014 dan 7 desa tangguh bencana pada tahun 2015. “Mudah-mudahan tahun 2016 sudah mencapai 60 desa,” harapnya.
Program Desa Tangguh Bencana, lanjut Hardi, untuk mewujudkan masyarakat yang tangguh menghadapi bencana, terpadu, terkoordinir dan sinergis agar saling melengkapi dengan seluruh program di desa dengan seluruh organisasi lainnya. Dengan demikian, masyarakat memiliki kesiapsiagaan dan memiliki inisiatif menghadapi bencana.
Katanya, ini berarti pengertian tangguh mengandung pemahaman mampu mengantisipasi dan mengurangi potensi bencana. Namun, masalah saat ini adalah desa tangguh masih kekurangan pendataan.
Untuk mengantisipasi masalah diatas, diperlukan peta kebencanaan yang rinci. “Peta kita masih global, mudah-mudahan dalam bulan September selesai peta kerawanan bencana yg sangat detail. Saat ini sedang dilakukan pemutakhiran status pada 41 Desa Tangguh Bencana dan hal ini memerlukan monitoring (pemantauan) dan evaluasi di tingkat desa,” katanya.
Isu terkini adalah penanggulangan bencana menjadi investasi negara yang strategis. Membangun kesiapsiagaan membutuhkan investasi yang tidak kecil, terutama dalam aspek mitigasi struktural atau membangun infrastruktur fisik seperti pemecah gelombang, penamaman ponon dan lain sebagainya.
Narasumber lainnya, Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Kabupaten Bima, H Sumarsono, SH, menjelaskan kewenangan pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana adalah merumuskan dan menetapkan kebijakan penanggulangan bencana, menetapkan pedoman dan arahan, standar kebutuhan saat bencana serta menyusun dan menyebarkan informasi peta rawan bencana.
Dari aspek kebijakan khusus, BPBD TB memiliki tugas peningkatan kapasitas kabupaten/kota dalam penanggulangan bencana. Untuk menyelesaikan tugas secara baik, ada sembilan instansi yang memiliki koordinasi intensif dengan BPBD. Antara lain TNI/POLRI, BMKG, LSM dan instansi lainnya.
Saat ini, katanya, program penanggulangan bencana yang tengah dilakukan adalah Desa Tangguh Bencana pada seluruh NTB yang berjumlah 41 desa tahun 2014 dan 7 desa tangguh bencana pada tahun 2015. “Mudah-mudahan tahun 2016 sudah mencapai 60 desa,” harapnya.
Program Desa Tangguh Bencana, lanjut Hardi, untuk mewujudkan masyarakat yang tangguh menghadapi bencana, terpadu, terkoordinir dan sinergis agar saling melengkapi dengan seluruh program di desa dengan seluruh organisasi lainnya. Dengan demikian, masyarakat memiliki kesiapsiagaan dan memiliki inisiatif menghadapi bencana.
Katanya, ini berarti pengertian tangguh mengandung pemahaman mampu mengantisipasi dan mengurangi potensi bencana. Namun, masalah saat ini adalah desa tangguh masih kekurangan pendataan.
Untuk mengantisipasi masalah diatas, diperlukan peta kebencanaan yang rinci. “Peta kita masih global, mudah-mudahan dalam bulan September selesai peta kerawanan bencana yg sangat detail. Saat ini sedang dilakukan pemutakhiran status pada 41 Desa Tangguh Bencana dan hal ini memerlukan monitoring (pemantauan) dan evaluasi di tingkat desa,” katanya.
Isu terkini adalah penanggulangan bencana menjadi investasi negara yang strategis. Membangun kesiapsiagaan membutuhkan investasi yang tidak kecil, terutama dalam aspek mitigasi struktural atau membangun infrastruktur fisik seperti pemecah gelombang, penamaman ponon dan lain sebagainya.
Narasumber lainnya, Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Kabupaten Bima, H Sumarsono, SH, menjelaskan kewenangan pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana adalah merumuskan dan menetapkan kebijakan penanggulangan bencana, menetapkan pedoman dan arahan, standar kebutuhan saat bencana serta menyusun dan menyebarkan informasi peta rawan bencana.
Selain itu, kewenangan adalah menyusun
prosedur tetap (Protap) penanganan bencana dan melaksanakan tanggap bencana.
Di tingkat lapangan, saat ini di iklim Kabupaten Bima sering tidak menentu dan menimbulkan bencana kekeringan. Pada sisi lain, di BPBD sarana penanganan kekeringan seperti tangki air minum untuk warga ketika menghadapi bencana kekeringan belum ada. (BA)
Di tingkat lapangan, saat ini di iklim Kabupaten Bima sering tidak menentu dan menimbulkan bencana kekeringan. Pada sisi lain, di BPBD sarana penanganan kekeringan seperti tangki air minum untuk warga ketika menghadapi bencana kekeringan belum ada. (BA)
Posting Komentar