KM Parapi: Status Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bima akan berubah status menjadi
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Perubahan itu terhitung sejak 2 Januari 2014.
Mengacu pada pedoman teknis pelaksanaan BLUD dalam Permendagri Nomor 61 Tahun
2007.
Dalam Permendagri itu BLUD
adalah unit kerja pada SKPD di lingkungan Pemda yang dibentuk untuk pelayanan
masyarakat untuk penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan. Dalam kegiatannya, didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas.
Pelaksana Tugas Direktur RSUD Bima, drg. H. Ihsan, M.PH, pada
saat menyampaikan sosialisasi akhir sebelum pelaksanaan BLUD di aula kantor Pemkab
Bima Kompleks LLK Jatiwangi, Sabtu (28/12), menjelaskan tidak ada perubahan kelembagaan di RSUD Bima. “Hanya
saja, yang berubah adalah Pola Pengelolaan Keuangan-nya,” katanya dalam
pernyataan pers yang dikutip Kabag Humas dan Protokol Setda, Drs. Aris Gunawan,
Minggu.
Dikatakan Ihsan, ssensi BLUD adalah dapat meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat. Sebab nanti tidak akan lagi hambatan dalam pelayanan akibat
rumitnya peraturan yang tidak memungkinkan tanggap dan cepat. RSUD Bima mendapat hak berupa beberapa fleksibilitas,
antara lain pendapatan yang berasal dari jasa layanan tidak disetor ke rekening
kas daerah, namun ke rekening kas BLUD. Hal ini akan memudahkan dan menambah cepat pelayanan kepada pasien, karena
pendapatan dapat langsung digunakan untuk belanja, untuk peningkatan pelayanan
pasien.
Katanya, RSUD dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan dapat segera
memenuhi pelayanan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit. Pendapatan/dana
yang berasal dari APBD/N tetap melalui mekanisme yang berlaku umum.
Alumnus Magister Manajemen RS UGM 2011 ini menjelaskan BLUD ini
merupakan solusi terbaik saat ini untuk mengatasi sebagian besar keluhan
masyarakat terkait pelayanan di RSUD Bima. “Namun,
bukan berarti dengan BLUD, RSUD Bima sim salabim semuanya langsung
berubah tanpa masalah atau kendala. Butuh waktu dan proses”, ujarnya.
Soal kekuatiran masyarakat bakal melonjaknya tariff pascapenerapan
BLUD, dia mengatakan anggapan itu tidak
semuanya benar. “BLUD tarifnya memang diharapkan sesuai unit cost. Ini membuat
tarifnya naik. Namun demikian, unit cost bukan satu-satunya penentu besarnya tarif.
Tarif juga perlu memerhatikan daya beli masyarakat dan tarif pesaing”,
jelasnya.
Penentuan tarif ini berdasarkan unit cost adalah karena tuntutan
pelayanan. Harus diakui, masih banyak keluhan masyarakat tentang pelayanan RSUD
Bima, hal ini karena memang pelayanan belum semuanya sesuai dengan Standar
Pelayanan Minimum (SPM). Nah, tarif sesuai unit cost ini adalah dalam rangka
memenuhi SPM.
Hal ini memang, katanya, memberi efek kalau tarif terlalu tinggi akan
membebani masyarakat, sedang kalau tarif terlalu rendah maka SPM tidak akan
terpenuhi. Disinilah diperlukan subsidi dari Pemerintah daerah (Pemda). Tarif
sesuai unit cost juga akan menyebabkan subsidi dari Pemda akan tepat sasaran.
Karena secara bertahap subsidi hanya diberikan kepada pasien yang berada di
ruang kelas III.
Ihsan kembali meyakinkan perubahan status RSUD menjadi BLUD ini
tidak perlu dikuatirkan. Sebab, masyarakat tidak mampu bisa memanfaatkan kartu
SJSN/BPJS-nya. Sebab konsep SJSN ke depan, asal mau dirawat dikelas III, maka
tidak perlu membayar. SPM di kelas III ini juga secara bertahap akan dipenuhi
agar pasien merasa nyaman dan terlayani dengan baik.
Bahkan, secara bertahap sesuai kemampuan, RSUD Bima juga akan
menyiapkan Dana CSR. “Jadi, tidak perlu kuatirlah bahwa RSUD Bima akan
kehilangan fungsi sosialnya”, jelasnya.
Katanya, karena pekerjaan ini adalah ikhtiar untuk pelayanan yang lebih
baik kepada masyarakat, tentu RSUD Bima sangat mengharapkan doa dan dukungan
semua pihak. (HB)
Posting Komentar