KM Parapi: Bangunan megah yang berdiri kukuh
di sekitar kita, sebagiannya adalah
hasil kerja mereka. Mereka berkreasi dengan mengolah tanah menjadi bata.
Aktivitas mereka bisa terlihat di RT 17 dusun Ambarata Desa Sangia Kecamatan
Sape. Muhtar dan Hafsah, satu di antaranya.
Mereka bergelut dengan panas matahari. Mereka
bisa terlihat di RT 17 dusun Ambarata Desa Sangia Kecamatan Sape. Muhtar dan
Hafsah, satu di antaranya. Mereka memroses usahanya hingga menjadi bata pada
areal sekitar tiga are. Dalam sehari, bisa tercetak seribu batang. Keuletan dan
kesabaran dibutuhkan saat melakoni pekerjaan ini.
Muhtar mengaku, membuat bata dilakoninya
sejak 13 tahun lalu. Setiap hari bergelut dengan tanah liat dan bersama istri
anak membuatnya untuk menopang kehidupan rumah-tangga. Setiap seribu bata
dijual seharga Rp570 ribu, itu jika diambil dan diangkut sendiri. Namun, jika
langsung terima di tempat nilainya Rp650 ribu atau pengangkatan ke kendaraan
dan biayanya ditanggung penjual.
“Langsung diantar, kita yang
nanggung menaikannya ke atas kendaraan dan biaya transportasi,” katanya di lokasi,
Rabu lalu.
Hafsah menambahkan, dibutuhkan
dana sekitar Rp1 juta untuk proses pembakaran. Antara lain membeli kayu yang biasanya
dibutuhkan dua pick up, transportasi, dan bahan bakar.
Dia meminta agar pemerintah turut
membantu pengembangan usahanya, seperti bantuan tarpal dan kereta untuk mengangkut
tanah. Selain itu, pipa untuk mengalirkan air saat pengadukan tanah.
Selama ini, katanya, belum
ada perhatian pemerintah terhadap usaha pembuatan bata, padahal sama dengan
usaha lainnya, seperti bakulan, yang semuanya untuk memenuhi kebutuhan
keluarga. (BM)
Posting Komentar